Langsung ke konten utama

KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN DESAIN INSTRUKSIONAL



Oleh: Zulrahmat Togala[1]
 A. Pendahuluan
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini tak pelak menuntut adanya usaha yang ekstra keras dalam menemukan “teknologi” yang tepat guna memperbaiki proses pembelajaran dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Pendidik sebagai penangung jawab utama dalam perbaikan proses pembelajaran dan fasilitator peserta didik dalam belajar dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih agar tujuan pembelajaran yang di laksanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain.[2] Usaha ini dapat dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang atau mengembangkan sumber belajar. Pembelajaran tidak harus dilakukan oleh seorang teknolog pendidikan atau suatu tim yang terdiri dari ahli media dan ahli materi ajar tertentu. Belajar adalah proses alami yang menyebabkan perubahan apa yang kita ketahui, apa yang bisa kita lakukan, dan bagaimana kita berperilaku. Namun, salah satu fungsi dari suatu sistem pendidikan adalah untuk memfasilitasi pembelajaran yang dalam rangka mencapai tujuan instruksi.[3]
Mengajar adalah proses yang dilakukan guru dalam mengadakan interaksi dengan pseserta didik, dengan penekanan pada berbagai macam kegiatan. Seorang pendidik yang memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip desain instruksi memiliki visi yang lebih luas tentang apa yang dibutuhkan untuk membantu peserta didik belajar.
Instruksi lebih mungkin menjadi efektif jika direncanakan untuk melibatkan para siswa dalam kegiatan yang memfasilitasi pembelajaran. Dengan menggunakan prinsip-prinsip desain instruksi, guru dapat memilih, atau merencanakan dan mengembangkan kegiatan terbaik untuk membantu siswa belajar.
B. Konsep Desain Instruksional
1.       Pendekatan System
Kegiatan Instruksional dipandang sebagai suatu system. Istilah system merujuk pada benda, peristiwa, kejadian, atau cara yang terorganisir yang terdiri bagian-bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian tersebut secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu.[4] Selanjutnya pendekatan system yaitu suatu suatu urutan pemecahan masalah dengan urutan langkah masalah dipahami terlebih dahulu, mempertimbangkan berbagai solusi alternative, dan memilih solusi terbaik.[5] Demikian pula dengan Tunas mengemukakan pandangannya tentang pendekatan system sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis dan menyeluruh (sistemik). Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistemik adalah suatu analisis dan evaluasi yang memperhatikan seluruh faktor yang berhubungan dengan masalah itu termasuk keterkaitan antar faktor yang bersangkutan.
Penggunaan pendekatan system dalam teknologi instruksional hingga kini berkembang terus. Selain komponen pengajar, peserta didik, fasilitas, kegiatan instruksional juga terdiri dari subsistem diantaranya adalah tujuan instruksional, tes, strategi  instruksional, bahan instruksional, dan evaluasi. Oleh karena kompleksnya yang terkait dalam kegiatan instruksional, maka untuk memecahkan masalah perlu menguji setiap komponen tersebut melalui analisis system.
2.      Teori Yang Mendasari Desain Instruksional
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “disain” dan “pengembangan”. Kata “disain” berarti “membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan”. Sedang “mengembangkan” berarti “membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya.”
Pengembangan sistem struksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4). Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16). Sedangkan Briggs mengemukakan bahwa desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20). Lebih lanjut dikatakan bahwa disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya.
Desain Instruksional adalah suatu proses sistematis, efektif, dan efisien dalam menciptakan system instruksional untuk memecahkan masalah belajar atau peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian kegiatan pengidentifikasian masalah, pengembangan, dan pengevaluasian.[6] berapa istilah juga berkaitan erat dengan desain instruksional antara lain learning, menurut Robert M. Gagne  bahwa belajar merupakan hasil, bukan proses.  Hasil tersebut bekenaan dengan perubahan pada kapabilitas manusia yang secara tetap terjadi sepanjang periode tertentu dan bukan karena kebetulan sebagai akibat dari proses perkembangan diri.
Hamrenus dalam Suparman menyatakan bahwa desain instruksional merupakan proses sistematik untuk memungkinkan tujuan umum dicapai melalui proses belajar yang efektif. Proses yang sistematik itu dimulai dengan tujuan umum.  Pendapat lain menyatakan bahwa tujuan akhir dari desain instruksional  adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sedangkan Rothwel dan Kazamas mengemukan bahwa desain instruksional tidak sekadar menciptakan instrument atau alat tetapi terkait dengan konsep lebih luas tentang bagaimana menganalisa masalah kinerja manusia secara sistematik, pengidentifikasian akar penyebab masalah-masalah tersebut, pertimbangan berbagai solusi yang sesuai dengan akar permasalahan itu, dan pelaksanaan pemecahan masalah dengan cara-cara yang di rancang untuk meminimalisir akibat yang tidak diharapkan dari tindakan perbaikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengarah pada satu tujuan yang sama yakni mencari suatu solusi dari beberapa permasalah dalam rangka menciptakan satu tindakan perbaikan pembelajaran yang dilakukan secara sistematis, efektif, efisien yang diawali dari menganalisis tujuan pembelajaran dan di akhiri dengan evaluasi.
C. Model Pengembangan Desain Instruksional.
Ada banyak Model desain instruksional yang berkembang dalam dunia pendidikan dewasa ini, misalnya SAFE (System Approach For Education), Michigan State University Instructional Systems Development Model, Project MINERVA Instructional System Design, Teaching Research System, Banathy Instructional Development System, , Dick & Carey model, Kemp model , Three Phase Design Model, The 4CID Model, ARCS Model, dan banyak lagi model instruksional lainnya. Perkembangannya juga beragam sesuai dengan kondisi dan tujuan desain instruksional tersebut diperuntukkan, yang jelas bahwa setiap model dimaksudkan untuk menghasilkan suatu system instruksional yang efektif dan efisien dalam memfasilitasi pencapaian tujuan instruksional. Pada dasarnya model instruksional yang ditawarkan memiliki prosedur yang hamper samaantara satu dengan yang lain, atau bahkan mengkombinasikan dari berbagai model yang sudah ada untuk kemudian diaplikasikan kedalam lingkungan pembelajaran yang kita hadapi.
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1.       Dengan pendekatan secara empiris: Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) pengajaran diulang. Pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemahan. (a). Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran. (b). Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kali uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2.      Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach). Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.
Atwi Suparman (2012) mengemukakan analisis hasil perbandingan dari beberapa model instruksional terdiri dari tiga tahap yakni: tahap definisi, tahap analisis dan pengembangan system, dan tahap evaluasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa perbedaan antara model yang satu dengan model yang lain antara lain terletak pada: sasaran/tingkat penggunaanya (Institusi atau mata pelajaran), Penggunaan istilah pada setiap tahapan, Jumlah tahapan atau langkahnya, kelengkapan konsep dan prinsip yang digunakan. Berdasarkan analisis di atas Atwi Suparman mengembangkan Model Pengembangan Desain Instruksional (MPI).
Desain instruksional masa depan yang dikembangkan oleh Atwi Suparman diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala pembelajaran dan dapat digunakan baik untuk pembelajaran tatap muka maupun pendidikan jarak jauh. Dengan berlandaskan teori belajar dan pembelajaran (aliran psikologi: humanisme, behaviorisme, kignitivisme, konstruktivisme, dan cybernetisme),  prinsip-prinsip pembelajaran, dan pendekatan system.
Model Pengembangan Instruksional (MPI) terdiri dari 3 tahap yakni:
1.   Definisi, langkah-langkahnya adalah:
a.    Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instrksional umum.
b.    Melakukan analisis instruksional
c.    Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik
2.   Analisis dan pengembangan prototype sistem, langkah-langkahnya adalah:
a.    Menulis tujuan instruksional umum
b.    Menulis alat penilaian hasil belajar
c.    Menyusun Strategi Instruksional
d.    Mengembangkan bahan instruksional
3.   Melaksanakan evaluasi formatif, langkah-langkahnya adalah:
a.    Penelaahan oleh pakar dan revisi
b.    Evaluasi oleh 1-3 peserta didik dan revisi
c.    Uji coba dalam skala terbatas dan revisi
d. Uji coba lapangan dengan melibatkan semua komponen dalam system sesungguhnya.
D. Penutup
Pendidik sebagai penangung jawab utama dalam perbaikan proses pembelajaran dan fasilitator peserta didik dalam belajar dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih agar tujuan pembelajaran yang di laksanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.  Pembelajaran tidak harus dilakukan oleh seorang teknolog pendidikan atau suatu tim yang terdiri dari ahli media dan ahli materi ajar tertentu. Belajar adalah proses alami yang menyebabkan perubahan apa yang kita ketahui, apa yang bisa kita lakukan, dan bagaimana kita berperilaku. Namun, salah satu fungsi dari suatu sistem pendidikan adalah untuk memfasilitasi pembelajaran yang dalam rangka mencapai tujuan instruksi.
Penggunaan pendekatan system dalam teknologi instruksional hingga kini berkembang terus. Selain komponen pengajar, peserta didik, fasilitas, kegiatan instruksional juga terdiri dari subsistem diantaranya adalah tujuan instruksional, tes, strategi  instruksional, bahan instruksional, dan evaluasi. Oleh karena kompleksnya yang terkait dalam kegiatan instruksional, maka untuk memecahkan masalah perlu menguji setiap komponen tersebut melalui analisis system.
Model desain instruksional yang berkembang dalam dunia pendidikan dewasa ini, misalnya SAFE (System Approach For Education), Michigan State University Instructional Systems Development Model, Project MINERVA Instructional System Design, Teaching Research System, Banathy Instructional Development System, , Dick & Carey model, Kemp model , Three Phase Design Model, The 4CID Model, ARCS Model, dan banyak lagi model instruksional lainnya. Persoalan model mana yang tepat yang akan di gunakan sangat bergantung pada pendidik itu sendiri dengan pertimbangan kesesuaian dengan kondisi tertentu pula. Setiap model dimaksudkan untuk menghasilkan suatu system instruksional yang efektif dan efisien dalam memfasilitasi pencapain tujuan belajar, yang pada akhirnya bahwa untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yakni dapat membantu peserta didik mencapai kompetensi yang diinginkan.
E. Referensi
Atwi Suparman, Desain Instruksional Moderen: Panduan Para Pengajar & Inovator Pendidikan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012.
Dahar, R. Wilis, Teori-Teori Belajar & Pembelajaran, Penerbit Erlangga, Jakarta 2011.
Dick and Carey, The Systematic Design Of Instruction. Pearson, 2009.
Gagne, R.M., Wager, W.W., Golas K.C., and Keller, J.M., Principles of Instruction Design, 5th, Thomson-Wadsworth, 2005.
McLeod Jr., Raymond & Schell, George P., Management Information System 9thTerjemahan Hery Yuliyanto, Indeks, Jakarta, 2004.
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan,Prenada Media Group, Jakarta, 2004.


[1] Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2012.
[2] Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan,Prenada Media Group, Jakarta, 2004, h. 545.
[3] Gagne, R.M., Wager, W.W., Golas K.C., and Keller, J.M., Principles of Instruction Design, 5th, Thomson-Wadsworth, 2005.
[4] M. Atwi Suparman, Desain Instruksional Moderen, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, h.82
[5] Raymond McLeod Jr. & George P. Schell, Management Information System 9thTerjemahan Hery Yuliyanto, Indeks, Jakarta, 2004, h.182.
[6] M. Atwi Suparman, (Op. Cit. h. 86)


Sumber
https://zultogalatp.wordpress.com/2013/06/14/konsep-dan-model-pengembangan-desain-instruksional/

 10/48
26/10/2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Instrumen Tes dan Non Tes, Revolusi 4.0 dan peran Teknologi Pendidikan

Tugas   Penilaian Tengah Semester Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Dosen Pengampu: DR. Dirgantara Wicaksono , M. Pd Istrumen Tes dan Non Tes DISUSUSN OLEH : ERFI FITRI SUSARI NIM : 2016860012 Program Magister Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2018 Evaluasi & Assesmen Pendidikan: IntrumenTes & Nontes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar

MEDIA DALAM PENGEMBANGAN KOGNITIF

ABSTRAKSI Media dalam pengembangan kognitif merupakan satu konsep yang berisi tentang pemanfaatan media dalam mengembangkan kognitif ketika melakukan proses pembelajaran. Dalam tulisan ini, akan dibahas turunan “media dalam pengembangan kognitif” berupa; tujuan dan fungsi, karakteristik, syarat-syarat dan macam-macamnya. Deskripsi empat turunan itu akan melahirkan pemahaman yang memadai untuk menjelaskan posisi sekaligus kekuatan media dalam mengembangkan potensi kognitif anak didik. Selain itu akan memudahkan eksperimentasi di lapangan, karena keberadaan media akan dipandu mengarah pada tujuan pengembangan kognitif. Dari tulisan ini diharapkan lahir sikap kehati-hatian dalam memilih media yang tepat dalam mengembengkan kognitif anak didik. Sekaligus menghindarkan para pendidik dari menggunakan media yang keliru bahkan salah media hingga menghambat pengembangan kognitif yang diinginkan.  Kata kunci : Media, Pengembangan Kognitif Pendahuluan Dalam buku “Pengambangan Kognit

Nativisme dan Empirisme Dalam Islam

Nativisme dan Empirisme Dalam Kacamata Islam ‘Alaa lan tanaalul ilma illa bisittatin, saunbiika ana tafsilihaa bibayaanin: dzakain, wa hirshin, washtibarin, wabulghotin, wairsyadilustadzi wathuulizzaman’ Ali RA ‘Ingatlah kita tidak akan bisa mendapatkan ilmu kecuali dengan enam syarat: (1) Kecedasan, (2) Kesungguhan, (3) Kesabaran, (4) Bekal, (5) Keberadaan Seorang Guru dan (6) Waktu yang cukup’ Kata-kata mutiara Ali RA                         Dalam banyak literatur pendidikan perbincangan tentang teori pembelajaran disebukan dua kutub besar aliran pemikiran. Kutub satu mengatakan bahwa pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh bawaan dasar seorang anak sejak lahir, dengan nama teori nativisme. Kutub satunya mengatakan bahwa pendidikan itu akan berhasil atas peran aspek di luar potensi dasar seorang anak yang ada sejak lahir, yakni peran lingkungan dengan teorinya bernama empirisme.             Perdebatan dua kutub ekstrim ini akhirnya disatukan oleh